Pada tanggal 11 November 1988, Bagus Supomo arek Suroboyo jebolan Fakultas Ekonomi Universitas Udayana mendirikan sebuah lembaga pendidikan perhotelan yang diberi nama SHS (Surabaya Hotel School). “Nama SHS ini saya gagas sejak saya masih bekerja di Food & Beverage Sanur Beach Bali. Kala itu saya ingin mempunyai lembaga pendidikan yang saya beri nama SHS, idenya dari kependekkan nama Bapak saya, yaitu: Sudjud Hadi Suprapto, kalau disingkat SHS. Ketika SHS saya tulis di kertas, huruf SHS ini jika dibolak balik tetap bunyi SHS, bahkan dibaca dari belakang kertas juga tetap SHS. Nah dari sini timbul keyakinan saya bahwa nama SHS ini pasti tangguh, tahan bantingan,” jelas Bagus mengenang masa lalunya.
SEJARAH
"Merentang Matahari - Mencapai Bulan"
--Bagus Supomo
Ketika SHS saya tulis di kertas, huruf SHS ini jika dibolak balik tetap bunyi SHS, bahkan dibaca dari belakang kertas juga tetap SHS. Nah dari sini timbul keyakinan saya bahwa nama SHS ini pasti tangguh, tahan bantingan
Bangku Ngebon, Naik - Turun Pohon
Pada tahun 1988 Bagus bisa merintis cita-citanya untuk mendirikan SHS. “Waktu itu saya bersama Bp. Lukman Hakim & Bp. Bambang Hermanto GHB, kebetulan kami bertiga satu pekerjaan, saya bekerja di Delta Palace Restoran, sekarang
Kowloon,” cerita Bagus. Kami urunan Rp.500.000/orang, terkumpulah modal Rp.1,5 Juta. Dengan modal minim, kami bertiga sepakat mendirikan lembaga pendidikan SHS. Menempati ruangan mungil di sebelah Hotel Elmi Surabaya sewa perbulan Rp.250.000, kami bertiga bertekat bulat untuk membesarkan lembaga pendidikan perhotelan ini. Entah kebetulan atau disengaja momentum 10 November bagi perjuangan arek-arek Suroboyo ini dipakai sebagai bekal semangat bagi Bagus yang juga putra pejuang (veteran) ini.
Bagus Supomo dan Lukman Hakim berboncengan sepeda motor harus memasang sendiri spanduk pendaftaran SHS, kemudian kami cari tali sendiri dan naik pohon satu ke pohon lain, tiang satu ke tiang lain, juga dikerjakan sendiri bersama 2 rekan saya itu. “Ibarate kudanan kepanasan digarap dewe, (ibaratnya kehujanan maupun panasnya terik matahari, semua pekerjaan dilakukan sendiri),” ujarnya. Bahkan uang bangku masih “ngebon.” Bikin spanduk, naik turun pohon pasang spanduk sendiri, menyebar brosur juga dilakukan sendiri. “Sekarang kami bekerja pakai AC pendingin. Dahulu betul-betul merentang matahari,” tambahnya.
Sekolah Boleh "Metangkring"
Ketika kelas pertama Bartender dimulai akhir tahun 1988 masih Bagus Supomo yang mengajar, baru pada pendaftaran berikutnya dua rekan kami ikut menjadi instruktur, meskipun secara teori manajemen ada pembagian tugas, Lukman Hakim didapuk Vice Director dan Bambang Hermanto GHB dipasrahi Financial Director SHS, tapi kami bertiga merangkap pengajar. “Alhamdulillah sekarang sudah punya gedung sendiri (5 lantai),” tegasnya. Kenapa bartender yang lebih didahulukan? “Meskipun di Surabaya saat itu sudah ada Akademi Pariwisata, tapi khusus bartender belum ada. Ini yang saya pakai start menapak SHS. Banyak bantender di kafe-kafe bahkan hotel tidak mempunyai pendidikan khusus bartender.”
“Ketika saya bekerja di Garden Palace, banyak siswa perhotelan job training, ketika saya minta untuk mengerjakan sesuatu, selalu menjawab tidak bisa, di sekolah hanya diajari teori, jarang praktik, padahal sudah memasuki semester 5. Mereka ini diajari apa kok tidak bisa apa-apa,” Jelas Bagus. Makin kuat niat Bagus untuk membuat sekolah perhotelan yang banyak praktiknya dibanding teori-teori. Mereka jadi sasaran siswa, dengan brosur yang disebar seluruh kafe dan hotel, pendaftaran awal sudah menjaring tidak kurang dari 75 siswa. Satu tahun kemudian kontrak ruangan sudah habis, Kalau musim hujan juga banjir, “Siswa harus petangkringan kalau hujan deras, karena ruang kelas banjir.” kenang Bagus.
"Pungguk Mencapai Bulan"
--Bagus Supomo
Nyaris 98 % alumni SHS sudah berkarir alias mempunyai pekerjaan tetap, bahkan 15-20 % di antaranya bekerja di luar negeri, mulai Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam, Australia dan kota-kota besar di Asia bahkan bertebaran di mancanegara lantaran mereka bekerja di kapal pesiar mancanegara seperti Holland America Line, Star Cruises dan hotel-hotel berbintang mancanegara serta restoran sekelas Subway Restaurant di North Carolina Amerika Serikat
Satu tahun kemudian SHS pindah tempat ke Jl. Kedungsari Surabaya. Di tempat yang baru ini memang tidak banjir, tapi bangunannya kurang memadai, hanya 1 tahun pindah lagi ke Ruko Bratang. “Kala itu masih sewa 1 ruangan, dalam waktu 3 tahun kami sudah menyewa 3 ruangan ruko. Karena siswa makin mbludak,” paparnya. Karyawati pertama dan sampai sekarang masih dinas adalah mbak Titin, “Dialah karyawan pertama yang menerima gaji, kami bertiga belum mendapat gaji, karena pendapatan semua untuk mengembangkan SHS. Besarnya SHS adalah kerelaan dan ketulusan untuk dibayar dalam kurun waktu tertentu,” kata Bagus terus terang. Dahulu ada pepatah “Pungguk Merindukan Bulan“, lantaran belum ada orang yang bisa mendarat di Bulan, sekarang pepatah itu harus diubah menjadi “Pungguk Mencapai Bulan“. Dalam kurun waktu 18 tahun, semua yang tak mungkin menjadi mungkin. Tidak kurang 10 ribu kali lipat asset yang dimiliki dibandingkan modal awal yang ditanam. Dalam kurun 18 tahun itu pula tidak kurang dari 9000 siswa diluluskan. Dan nyaris 98 % alumni SHS sudah berkarir alias mempunyai pekerjaan tetap, bahkan 15-20 % di antaranya bekerja di luar negeri, mulai Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam, Australia dan kota-kota besar di Asia bahkan bertebaran di mancanegara lantaran mereka bekerja di kapal pesiar mancanegara seperti Holland America Line, Star Cruises dan hotel-hotel berbintang mancanegara serta restoran sekelas Subway Restaurant di North Carolina Amerika Serikat. Sejak kampusnya berada di Ruko Bratang Plaza, SHS sudah mempunyai laboratorium bahasa Inggris, Ini penting untuk komunikasi, nah melihat trend yang berkembang, kini di SHS juga diajarkan bahasa mandarin. Kalau tidak mengikuti perkembangan zaman, SHS bisa ketinggalan kereta.
“Kita harus songsong tren peradaban, perkembangan Cina yang luar biasa, barang-barangnya membanjiri Asia, kalau siswa SHS mampu berkomunikasi dengan bahasa Mandarin, harkat dan martabatnya akan meningkat tajam,” itulah alasan Bagus Supomo membuka mata bahasa Mandarin untuk sekolah perhotelan lengkap di SHS.
Bagus Supomo "Dikroyok Semut"
Terus terang, jangankan bayar pajak, ongkos pasang spanduk saja, nggak punya, tapi demi keinginan agar logo SHS berkibar, pengumuman penerimaan siswa tertulis di lembar kain spanduk. Dengan tekat yang membara, Bagus Supomo dan Lukman Hakim berboncengan naik motor pasang spanduk sendiri. Petangkringan dari tiang listrik satu ke tiang lainnya, dari pohon ke pohon. Lantaran belum punya tangga lipat, ya terpaksa sepeda motor dipepetkan ke pohon atau tiang, lalu tenggulukan naik memasang spanduk. Ketika masang spanduk di tiang listrik sih nggak masalah… tapi ketika masang spanduk di pohon malam hari…. Oalah,… belum semua tali spanduk terikat sekujur badan sudah dikroyok semut. “Awaku legi bekne (badanku manis barangkali..),” jelas Bagus Supomo sembari tertawa.
Mbonek Kibarkan Spanduk
Pertama kali SHS punya ide pasang spanduk di luar kota dan di kota-kota yang potensial. Kami pasang sendiri 200 spanduk yang kami pesan di 15 kota/kabupaten se-Jatim. Berhari-hari kami di jalanan, mulai pagi sampai malam kehujanan, kepanasan. Angin kencang kami hadapi. Resikonya?… ya ditagihi dinas pendapatan dari beberapa kota dan kabupten yang kami pasangi spanduk. Nah, sekarang kami sudah terbiasa mengurus ijin dan pajak sendiri. 2 kali setahun pasang spanduk dari berbagai kota dan kabupaten se-Jatim. Kalau sudah diniati, tidak ada kata sulit atau berat. Semuaya kami kerjakan dengan senang hati, sekaligus sebagai hiburan.
Zebra Murah Kok Dijaminkan
Awal 90-an SHS mengalami kesulitan keuangan, yang membuat jantung manajemen SHS berdebar-debar. Kontrak ruko di Bratang habis, tak ada tabungan sama sekali. Satu-satunya harta yang menurut kami berharga hanyalah mobil Zebra putih milik SHS. Cari hutang kemana? Bank-bank tak ada yang mau memberi kredit, karena agunan hanya mobil Zebra yang jelek dan murahan. Masa habis kontrak sudah semakin dekat, uang berlum di dapat. Akhirnya Bagus Supomo sambat ke satu rekan/ relasi. Ternyata dibantu dipinjami tanpa bunga, tanpa jaminan. “Semua ini atas kemurahan Allah SWT, Alhamdulillah… Tuhan Yang Maha Esa telah menunjukkan jalan,” papar Bagus bersyukur.
Kontrak Tidak Bisa Diperpanjang
Sejak gagal membangun gedung Joyoboyo tahun 1998, SHS mulai menabung lagi, dan tetap mengontrak Ruko di Bratang (Jl. Baratajaya). Tiba-tiba pada tahun 2000 kontrak habis dan tidak bisa diperpanjang karena mau dijual. Mau tidak mau SHS harus beli, karena belum punya kampus sendiri. Alhamdulillah semua proses lancar dan tidak ada masalah apa-apa, ketika transaksi pembelian ruko tersebut.
Ya Nasib... Kena KRISMON
Gedung Baru di Jl. Joyoboyo 10 Surabaya ini sebenarnya sudah sejak tahun 1998 akan dibangun. Ternyata pada akhir tahun 1997 sampai memasuki 1998 kondisi makro keuangan makin parah, orang menyebutnya krismon. Kami segenap manajemen yang sudah matang akan memulai membangun gedung baru jadi surut. Kurs dollar membumbung setinggi langit, dari Rp.2.400/ dollar membumbung sampai Rp.16.000. Akhirnya manajemen mengurungkan niatnya untuk membangun gedung. Ternyata untuk pulih dari hantaman krismon tidak sekejap mata dan tak segampang membalikkan tangan, membangun gedungpun terbengkelai. Pembangunan molor hingga rentang waktu IMB (Ijin Mendirikan Bangunan) habis, terpaksa tahun 2005 ngurus IMB lagi, biaya lagi… Ya.. nasib, ya nasib….
Gedung Lama "Disulap"
Mendapatkan gedung di Jl. Joyoboyo 10 Surabaya ini bukan dari uka-uka, uji nyali atau nggrandong, lantaran gedung itu memang bangunan lama. Tak disangka dan tak diduga tiba-tiba di telepon oleh Bank Prima ( Kebetulan salah satu pimpinan ada hubungan baik SHS ) ditawari sebuah rumah di Jl. Joyoboyo 10, lantaran yang punya rumah merelakan rumahnya disita Bank Prima sebagai jaminan kreditnya. Karena hitung-hitungan tidak terlalu mahal, maka sepakatlah di beli SHS. Sejak itu timbul dan berani punya obsesi untuk punya gedung tingkat 5.
Simpanan Emas 1Kg Melayang
Dengan tekat rawe-rawe rantas, malang-malang putung, SHS mulai cancut taliwondo, rumah di Jl. Joyoboyo 10 dibongkar dan dibangun. Dalam perjalanan membangun gedung baru, kehabisan dana, deposito sudah diuangkan, simpanan dollar juga ludes, terpaksa simpanan 1 kg emas dilego untuk bayar proyek. Melayanglah simpanan terkahir SHS yang digadang-gadang itu. Eh… ndilalah kersaning Allah (Jika Allah menghendaki) kira-kira 10 menit setelah emas di jual, dapat telepon dari Bank Prima kalau kredit SHS cair.
"Matur Nuwun, Gusti Allah Pangeran Sing Mbales"
--Bagus Supomo
Mereka khusus datang mau sekolah di SHS, bahkan tidak sedikit yang jauh sebelum SPMB dimulai sudah mendaftar dan masuk SHS
Syukur Alhamdulillah, kami panjatkan pada Allah SWT, atas semua Rahmat, Berkah dan Ridho yang dilimpahkan kepada SHS hingga usianya yang 18 tahun ini. Betapa tidak? Pada saat sekolah atau akademi lain siswanya surut, SHS justru berlimpah ruah. Dari 600 siswa SHS, 35 persen berasal dari kota Surabaya, sisanya yang 65 persen dari kota-kota se-Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat. Bahkan tidak sedikit dari Indonesia Timur, antara lain Ambon, Irian Jaya, Sulawesi (Makasar – Manado), Kalimantan, Flores, Lombok. Bahkan ada yang datang dari Indonesia Barat seperti Palembang, Padang bahkan Riau. “Mereka khusus datang mau sekolah di SHS, bahkan tidak sedikit yang jauh sebelum SPMB dimulai sudah mendaftar dan masuk SHS,” kata Bagus merinci asal muasal siswanya.